Aktualisasi Peran Para Intelek
dalam Politik Kampus - Intelek
dapat diartikan sebagai orang yang mampu dengan baik menggunakan kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosinya dalam bertindak, bekerja, dan menyelesaikan
berbagai aspek permasalahan kehidupan. Pada hakikatnya, intelek juga merupakan
hasil dari proses pembentukan karakter kuat dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga pada akhirnya dapat terbentuk kepribadian yang idealis dan mampu
membebaskan diri dari pikiran-pikiran invalid.
Intelek
mengambil peranan penting dalam alur serta roda pendidikan yang terus-menerus
memaksa berbagai elemennya untuk mendongkrak integritas. Hal ini dapat dilihat
dari kultural kehidupan kalangan mahasiswa di kampus. Mahasiswa yang tak apatis
akan cenderung memaksa dirinya untuk turut andil dalam persoalan “politik
kampus” yang bergerak fluktuatif. Hal ini menyebabkan mahasiswa yang
benar-benar mengalami proses menuju generasi baharu mambawa diri mereka
masing-masing terhadap pembentukan gerakan atas nama mahasiswa sebagai upaya
turut duduk mengisi kursi pemerintahan dalam birokrasi kampus.
Kampus
sebagai tampat beraspirasi mahasiswa seharusnya juga menyediakan ruang yang
tidak hanya untuk gerakan-gerakan pragmatis, melainkan juga ruang untuk
membangun pilar-pilar program konstruktif dalam kehidupan kampus. Sehingga para
intelek mampu bergerak menginspirasi dengan berasaskan nilai-nilai pancasila
dan nilai-nilai dalam masyarakat. Di pihak lain, para intelek dari pihak
petinggi kampus turut saling bersinergi menciptakan stereotype “kampus
terintegritas” di mata masyarakat.
Bagi
organisasi gerakan, baik yang berlatar belakang kaum “agamis” maupun yang
berlandaskan parameter yang netral, kampus adalah tempat berbagi peran yang
tepat. Tentunya, bukan berarti negatif. Melainkan sebagai usaha mangabdikan
diri dan membangun jiwa yang penuh kepedulian, kekompakan, serta kontributif.
Peran
para intelek dapat terlihat dari struktur pemerintahan kampus. Menduduki posisi
sebagai presiden ataupun gubernur dalam pemeritahan mahasiswa secara tidak
langsung membuat perbaikan masyarakat kampus yang lebih aktif dan partisipatif.
Dengan demikian, partisipasi langsung dapat terwujud secara perlahan untuk
pemberdayaan kepribadian sehingga mampu mencegah aksi anarkis.
Mahasiswa
sebagai orang-orang yang gencar-gencarnya mambangun creativity quotient (kecerdasan
berkreasi) mamiliki segudang ide segar yang perlu diaktualisasikan melalui
gerakan-gerakan kemahasiswaan. Kaum intelek yang dengan terang-terangan tampil
unjuk gigi di depan khalayak ramai mempengaruhi pemikiran mahasiswa untuk
menyatukan ide atas nama mahasiswa. Sedangkan para intelek yang hanya duduk di
balik layar mendorong pihak lain dengan pendekatan secara personal. Dengan kata
lain, pembuatan ide-ide maupun kebijakan dalam politik kampus melalui
pemerintahan mahasiswa berasal dari berbagai kalangan.
Kaum
intelek yang berasaskan pada hukum-hukum Islam dikenal sebagai aktivis dakwah
kampus. Munculnya bibit-bibit aktivis dakwah kampus tak lepas dari pengadaan
kegiatan mahasiswa Islam yang bersumber pada ajaran Tauhid. Kegiatan semacam
ini dimaksudkan untuk “memancing” mahasiswa yang sewaktu duduk di sekolah
menengah atas telah mengikuti kegiatan islami, baik mengikuti secara aktif
maupun pasif.
Kaum
intelek pada kelompok ini memberikan peranan yang sangat penting dalam
islamisasi kehidupan kampus. Sehingga tujuan utama yang termaktub dalam jiwa
masing-masing aktivis dakwah kampus ialah syumuliyatul Islam, yakni
kesempurnaan Islam secara menyeluruh. Upaya inilah yang perlahan mengembangkan
konsep pemerintahan mahasiswa yang bernafaskan Islam secara tidak langsung. Dan
pada akhirnya, kehidupan kampus yang mulanya berorientasi pada kegiatan
akademik saja, akan sedikit bercorak pada perbaikan akhlak dan moral melalui
penyeruan gerakan islami dari kelompok ini.
Di
sisi lain, para intelek petinggi kampus akan menjadi pemantau barbagai bentuk
organisasi serta corak kegiatannya. Dengan berbekal integritas yang sanggup
dicapai mahasiswa dalam birokrasi pemerintahan mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan, maka intelek yang berasal dari pihak petinggi kampus akan
memetakan pembaharuan dalam perbaikan sistem kelola kegiatan akademik dan kegiatan akademik.
Akhirnya,
aktualisasi peran para intelek dalam politik kampus turut menguatkan nama baik
kampus di kalangan masyarakat umum. Tidak hanya demikian, keberadaan
gerakan-gerakan kemahasiswaan di lingkungan kampus mendobrak keyakinan
masyarakat kampus dalam berfikir tentang sistem tata birokrasi pemerintahan
mahasiswa dan universitas. Hal-hal ini dimulai dari kesadaran pribadi kita
masing-masing untuk tidak bersikap apatis dan sinis terhadap stigma
perpolitikan kampus. Dengan harapan besar, pemerintahan yang telah kokoh di kampus
tetap memegang amanah yang diemban.
Oleh
Septian Nanda Rivaldi Gultom
140803056
Pemenang Ajang Menulis "Untuk MIPA yang Baru"
0 komentar:
Posting Komentar